Pasar Bull Kripto yang Sunyi

Menengah7/28/2025, 5:35:30 AM
Mengapa pasar bullish kripto kali ini tampak begitu tenang? Dalam artikel ini, kami menyajikan wawancara eksklusif dengan para tokoh terkemuka, investor institusi, dan trader profesional. Kami mengungkap bagaimana arus modal institusi mempengaruhi pasar serta alasan mengapa investor ritel kini semakin sulit memperoleh keuntungan. Kami juga menelusuri secara mendalam peluang investasi yang masih terbuka bagi investor ritel di berbagai aset kripto utama, meme coin, dan derivatif. Pembahasan ini membantu pembaca memahami dinamika regulasi baru dan strategi investasi di siklus pasar kripto yang tengah berkembang.

“Bull market sudah tiba, tapi kenapa semua grup chat begitu sunyi?” Pertanyaan ini dilontarkan oleh salah satu anggota komunitas, Tongxin Cheese, di grup komunitas Opensky.

“Karena hampir semua orang sudah keluar pasar atau sedang mengambil posisi short,” jawab Niner, anggota lain di grup tersebut.

Niner, yang pernah merasakan siklus bull dan bear sebelumnya, menganggap bull market kali ini seharusnya menjadi peluang emas untuk meraih keuntungan besar. Namun, seperti diakuinya secara jujur, “Saya belum mendapat keuntungan di siklus ini.”


Johnny, seorang trader penuh waktu yang juga mengalami hal serupa, menyimpulkan, “Saya belum mendapat untung sejak Trump meluncurkan Trump.”

Niner dan Johnny bukan kasus yang langka. Mark, partner di Wagmi Capital, mencatat, “Di bull market ini, 90% investor ritel tidak meraup keuntungan.”

Meski Niner belum mencatat profit, ia telah mengubah strategi investasinya. “Siklus lalu, saya mostly cuma hold sekuat tenaga. Kali ini, saya lebih konsentrasi di swing trading. Banyak hal baru bermunculan, jadi saya harus terus belajar—dan semuanya bergerak jauh lebih cepat sekarang.”

Niner beradaptasi dengan cepat, namun kebanyakan investor masih lambat menyesuaikan diri.

“Logika investasi benar-benar berubah di siklus kali ini, tetapi kebanyakan investor ritel belum menyadarinya,” kata KOL Hippo dalam sebuah wawancara.

Dengan arus dana institusi yang makin deras ke crypto dan koin blue-chip yang berulang kali mencetak rekor baru, pasar ini tidak lagi berpihak pada investor ritel. Dari likuiditas, arus modal, sampai adopsi teknologi dan narasi, lanskap telah berubah total. Banyak yang menilai peluang profit ritel makin mengecil, dan ini bisa menjadi siklus bull signifikan terakhir bagi investor individu.

Dalam lanskap tersebut, TechFlow mewawancarai berbagai pelaku pasar berpengalaman—mulai dari influencer papan atas, mitra private equity, quant trader, hingga investor ritel—untuk membedah bull run kali ini dari berbagai sudut dan memberikan gambaran menyeluruh tentang ekosistem crypto saat ini.

Generasi Baru Bull Market Crypto

Hippo, yang telah berkecimpung di crypto sejak 2016, sangat memahami dinamika pasar. Dalam wawancaranya, ia menjelaskan dengan lugas dan penuh keyakinan: “Sekarang bukan masanya semua aset naik bareng-bareng. Dulu bull run digerakkan oleh konsensus, kali ini justru kebijakan, kekuatan modal, dan aliansi yang beragam menciptakan jalur pertumbuhan baru.”

Dengan latar belakang militer dan investasi properti komersial, Hippo membangun gaya investasi yang berani namun tetap hati-hati. Setelah melewati sejumlah siklus, ia merenungkan: “Saya selalu bertanya, apa yang sungguh punya nilai jangka panjang di sektor ini, dan aset mana yang bakal bertahan di bull dan bear market?”

Jika siklus pasar sebelumnya penuh ketidakpastian, kali ini Hippo menemukan sebagian jawabannya.

“Setelah banyak pertimbangan, saya sadar industri ini pada dasarnya adalah internet finansial. Lending, trading, staking—seluruh tren baru seperti tokenisasi saham AS dan stablecoin—semua pada intinya soal keuangan. Semuanya butuh infrastruktur finansial yang solid,” ujar Hippo. “Dari situ, saya melihat potensi besar di Ethereum, sehingga strategi saya kini fokus pada Ethereum dan aset DeFi.”

Menurut Hippo, bull market saat ini dimulai ketika ETF Bitcoin BlackRock disetujui. Setelah koreksi singkat, fase kedua dimulai dengan disahkannya “Great Beauty Act” di AS, dan ia memperkirakan puncaknya terjadi pada November.

Namun, Mark punya perspektif berbeda.

Ia menilai reli memecoin tahun lalu sebagai awal bull run—fase pertama—dan lonjakan Ethereum baru-baru ini sebagai awal fase kedua. Ia memperkirakan puncak pasar akan datang sekitar September.

“Pada 2017 ada siklus super ICO lalu era altcoin booming. Tapi siklus kali ini jelas berbeda: Investor tak lagi sekadar termakan hype—sebagian besar konsep dan narasi sudah terpatahkan, yang tersisa hanya aplikasi keuangan. Bahkan dengan lonjakan Ethereum, belum menembus rekor sebelumnya, dan mayoritas altcoin hanya naik di segmen-segmen tertentu,” kata Mark.

Peserta lama lain, Chenghua, adalah quant trader yang mengelola usaha arbitrase crypto sendiri.

Pada awal siklus ini, Chenghua mencatat perubahan besar: Jika sebelumnya pasar didominasi uang ritel dan lonjakan dahsyat koin berkapitalisasi kecil, kini modal institusi mendominasi, deras mengalir ke aset seperti Bitcoin.

Meski berpengalaman, Chenghua pun “tereliminasi.” Ia masih memegang sebagian bitcoin, tapi telah menjual mayoritas posisinya ketika harga menembus $100.000 pertama kali. Ia juga keluar Ethereum saat harga terendah hingga melewatkan rebound. Bahkan bagi pemain lama industri, timing pasar kian sulit untuk trader ritel.

Di Mana Peluang untuk Investor Ritel?

Johnny, trader penuh waktu, menyoroti karakter khusus bull market saat ini: “Token terlalu banyak, inovasi minim, likuiditas lemah, dan ritel makin susah cari untung.”

Pada bull run sebelumnya, Johnny masuk saat Elon Musk mempopulerkan Dogecoin dan berhasil menunggangi tren naik untuk raup cuan besar. “Saya bahkan belum mengerti candlestick chart waktu itu, tapi tetap bisa untung,” kenangnya.

Tapi era itu sudah berlalu.

“Formula lama tak lagi efektif,” jelas Johnny. “Dulu saya cukup HODL atau ikuti tren, sekarang harus membangun sistem trading sendiri.”

“Potensi kenaikan altcoin ‘sampah’ pun sudah tidak sebesar dulu. Hambatan modal dan teknis jauh lebih tinggi, sehingga peluang profit makin tipis,” tambahnya.

Lalu, kenapa ritel makin susah profit di bull market kali ini? Di mana letak peluang sesungguhnya?

Menurut Mark, ada dua alasan utama:

Pertama, mayoritas investor ritel belum move on dari siklus sebelumnya—masih banyak yang menahan altcoin ketimbang aset utama.

Kedua, mereka sering gonta-ganti posisi. “Mengejar pump dan panik jual adalah kesalahan klasik yang menggagalkan profit ritel,” terang Mark.

Ia percaya peluang terbaik saat ini ada pada koin blue-chip dan memecoin. Namun, dengan likuiditas yang lebih baik, ia mengamati tren baru: “Token-token terbaru di Binance sekarang bisa melejit 2–3 kali, tidak seperti dulu yang langsung turun tajam. Jadi modal utama saya tetap di Ethereum, tapi sebagian kecil saya alokasikan untuk berburu listing baru dan ambil risiko terukur.”

“Sejujurnya, peluang ritel semakin menipis.” Mark tetap pesimis, memprediksi crypto akan makin menyerupai bursa saham AS, di mana token blue-chip dikuasai institusi. Sisa ruang untuk ritel hanya di memecoin, tapi untuk sukses dibutuhkan kecerdasan, waktu, dan disiplin—akhirnya hanya 10% trader ritel yang benar-benar untung.

Hippo sebagian sependapat dengan Mark, tapi juga menyarankan ritel memperhatikan token yang terhubung ke infrastruktur trading.

Aset seperti ini sangat vital dan tak bisa dihindari. Jika bertahan, mereka akan mengumpulkan konsensus pasar dan punya potensi nilai tinggi.

“Mindset ritel harus dirombak—jangan bermimpi jadi kaya mendadak,” ujar Hippo. “Kemungkinan kenaikan altcoin 30x atau 100x sudah lewat, tetapi blue-chip masih bisa naik 3–5x per siklus. Dan setiap bull run pasti ada satu-dua memecoin fenomenal; kalau bisa masuk di saat tepat, potensi cuan tetap besar.”

Beberapa strategi ritel yang dulunya mudah dan berisiko rendah—seperti berburu token baru atau mint inscription—sekarang hampir tidak relevan di pasar saat ini.

“Atau, coba apa yang saya lakukan: quant trading. Memang ada proses belajar, tapi risikonya lebih terukur,” kata Chenghua. “Saya tetap percaya Bitcoin merupakan peluang paling adil untuk semua orang. Jika konsisten dan disiplin dengan strategi dollar-cost averaging, peluang profit dalam jangka panjang masih terbuka lebar.”

Apakah Era Keemasan Crypto Ritel Sudah Berlalu?

Menjelang akhir siklus lalu, banyak yang merasakan puncak kejayaan ritel di crypto mulai luntur seiring gempuran institusi.

Meski investor ritel masih aktif di siklus sekarang, proses institusionalisasi sudah jauh melaju.

Per Juli 2025, total dana kelolaan (AUM) ETF spot Bitcoin mencapai USD 137,4 miliar, dengan lebih dari 400 institusi besar—termasuk dana pensiun dan sovereign wealth fund—berinvestasi di ETF BlackRock.

Perusahaan publik di seluruh dunia kini menguasai 944.000 BTC, sekitar 4,8% dari suplai global, dengan tambahan kepemilikan baru sebesar 131.000 BTC per kuartal.

Platform seperti Coinbase dan Binance mencatat lonjakan pesat produk liquid staking ETH (LSD), di mana institusi mengemas hasil ETH menjadi produk fixed-income.

Angka-angka ini jelas menegaskan: Pasar crypto sudah bukan lagi wilayah bermain ritel.

Beberapa media menyebut bitcoin di level USD 120.000 sebagai “pesta modal tanpa kehadiran ritel.” Pada hari itu, “tidak ada kisah kaya dadakan yang viral—hanya BlackRock yang diam-diam memproses 13 aplikasi ETF per detik.”

Itulah prediksi Mark. “Era emas profit ritel sudah berlalu. Paruh kedua tahun lalu kemungkinan memang menjadi jendela terakhir,” ujarnya.

Ia sudah merealisasikan sebagian profit dan rotasi portofolio ke A-share.

“Tapi saya tidak benar-benar keluar. Saya percaya sektor meme akan selalu menghadirkan peluang baru,” ungkap Mark.

Niner justru semakin optimistis. Ia tetap aktif, yakin bahwa “peluang besar sekarang justru kembali ke ritel.”

“Tiap siklus dari dulu selalu dibilang siklus terakhir. Menurut saya, masa pertumbuhan liar sudah berlalu, dan saat ini justru banyak peluang nyata bermunculan,” ujar Niner. “Saya tidak berniat meninggalkan pasar—saya ingin jadi pemain alpha sebenarnya.”

Hippo juga berpikir sama positifnya, percaya bahwa struktur dan regulasi yang makin matang justru menekan risiko sekaligus memperbesar potensi keuntungan bagi individu.

“Dengan modal institusi masuk, fokus ke blue-chip tetap bisa menghadirkan return yang solid. Lebih penting lagi, sekarang pasar jauh lebih terkendali dan risikonya menurun,” kata Hippo. “Dulu, di masa koreksi, bitcoin bisa anjlok 50–70%, tapi di bull market nilainya bisa berlipat ganda. Jika pandai memilih waktu dan mengelola ekspektasi, koin utama seperti bitcoin tetap jadi jalur paling terjangkau bagi ritel untuk meraih untung.”

Setelah sembilan tahun di crypto, Hippo menggambarkan dirinya seperti “ikan di air”: “Saya bergerak leluasa di pasar ini. Tidak pernah terpikir untuk meninggalkan pasar. Saya yakin peluang bagi investor ritel akan selalu ada.”

Barangkali, entah Anda optimis atau skeptis, sekali tenggelam di pasar ini, sulit untuk benar-benar keluar. Hal paling penting bukanlah apakah pasar memberi kesempatan—tetapi apakah Anda punya keingintahuan untuk terus belajar, mata untuk membaca tren, dan disiplin untuk meraih peluang yang ada.

Disclaimer:

  1. Artikel ini merupakan reproduksi dari [TechFlow] dengan hak cipta milik penulis original [Ada]. Untuk pertanyaan seputar reproduksi artikel, silakan hubungi tim Gate Learn, dan kami akan menangani sesuai prosedur.
  2. Disclaimer: Seluruh opini dan pandangan dalam artikel ini sepenuhnya milik penulis dan bukan merupakan saran investasi.
  3. Versi terjemahan lain dari artikel ini dilakukan oleh tim Gate Learn. Dilarang menyalin, mendistribusikan, atau memplagiasi isi terjemahan tanpa mencantumkan Gate sebagai sumber.
Mulai Sekarang
Daftar dan dapatkan Voucher
$100
!